Senin, 29 Juni 2015

Dilema Akreditasi Perguruan Tinggi



                                           DILEMA AKREDITASI PERGURUAN TINGGI
                                                                    Oleh : Munawar Noor
                                              
                      Kalangan Perguruan Tinggai Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggai Swasta (PTS), dipacu dengan waktu untuk mememuhi kebijakan akreditasi PT/Program Studi sebagai implementasi UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Akreditasi untuk menjamin mutu institusi penyelenggara pendidikan tinggi, disampiang menjadi alat bagi masyarakat untuk mengukur kesiapan PT/Program Studi dalam menyelenggarakan proses pendidikan tinggi.
                      Akreditasi PT/Program Studi dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) untuk pembinaan penyelenggaraan perguruan tinggi, melayani kepentingan masyarakat (stakeholder), menjamin kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Hasil akreditasi sebagai bentuk pengakuan atas PT/Program Studi yang menjamin standar minimal yang tidak membedakan staus PTN maupun PTS, sehingga lulusannya memenuhi kualifikasi.
             Kondisi Riil Lapangan
                   Jumlah perguruan tinggi di Indonesia 3.151 buah, 97% (3.068 PTS), 83 (3% PTN) dan jumlah program studi yang sudah diakreditasi oleh BAN PT sampai akhir tahun 2013 adalah 18.568 dari 22.306 prodi yang diajarkan di semua perguruan tinggi di Indonesia. Sementara itu sampai akhit tahun 2013 jumlah institusi PT yang terakreditasi kurang dari 120 PTN/PTS, karena terbatasnya anggaran dan jumlah asesor.
                    Kondisi ini menjadi fakta yang menarik, sebab akreditasi PT harus dihadapkan dengan terbatasnya anggaran pemerintah dan jumlah asesor BAN-PT. Dengan demikian, berdasarkan logika akal sehat rasanya kecil kemungkinan pemberlakuan ijazah menjadi legal apabila dikeluarkan oleh PT/Program Studi yang terakreditasi mulai diberlakukan pada 10 Agustus 2014.
             Kebijakan Pemutihan Akreditasi.
                   Kondisi riil direspon Kemendikbud dengan diberlakukan pemutihan yaitu bagi institusi dan prodi yang sedang mengajukan akreditasi/reakreditasi dan belum diproses maupun yang masih baru secara otomatis mendapat status Terakreditasi C, sehingga ijazah yang dikeluarkan adalah legal. Tetapi harus kita akui bersama bahwa yang dialami masyarakat/alumni/PT, ternyata kebijakan pemutuhan bukanlah pemecahan masalah terbaik, karena ketika ada lowongan pekerjaan untuk formasi CPNS maupun swasta  mempersyaratkan bahwa pelamar harus lulusan dari institusi/prodi minimal terakreditasi B. Pertanyaan yang timbul untuk apa ijazah yang legal dengan akreditasi C itu?
                     Adanya wacana bahwa status akreditasi tidak dalam peringkat A, B, atau C, tetapi, status Terakreditasi atau Tidak Terakreditasi, pasti juga akan menimbulkan persoalan baru, bagimana PT/Program Studi yang Tidak Terakreditasi? Begitu juga perubahan nomenklatur A (Unggul), B (Baik Sekali, C (Baik) juga akan mengalami hal yang sama.
             Persolannya sejak diberlakukannya akreditasi program studi pada tahun 1997, akreditasi PT tahun 2012 masyarakat menjadikan peringkat akreditasi sebagai tolok ukur kualitas PT/Program Studi. Pemahaman publik bahwa program studi yang mendapatkan peringkat A atau B dianggap sebagai PT/program studi yang berkualitas; yang berperingkat akreditasi C dianggap kurang berkualitas.
                      Padahal dengan peringkat akreditasi  C PT/Program Studi tersebut sudah memenuhi persyaratan perundangan yang berlaku yaitu mempunyai otoritas legal untuk menerbitkan sertfikat pendidik atau ijasah bagi lulusannya (UU No. 20 tahun 2003, Pasal 43, ayat (2) dan Pasal 61 ayat (2).
             Perencanaan Jangka Panjang
                          Akreditasi dalam sistem pendidikan tinggi disebut Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME). SPMI berfungsi sebagai kontrol pengembangan mutu yang dibangun oleh perguruan tinggi setiap tahun; sedangkan, SPME berfungsi sebagai instrumen untuk memperoleh penghargaan. Agar keduanya dapat dicapai sekaligus, pembangunan SPMI di perguruan tinggi hendaknya menggunakan standar yang digunakan oleh BAN-PT. Dalam akreditasi BAN-PT akan menilai kadar pengelolaan kualitas yang berada di PT, sehingga idealnya adalah bahwa SPMI yang sudah dibangun bertahun-tahun memerlukan kalibrasi melalui SPME agar kualitas yang mereka nilai setiap tahun mempunyai nilai universal.
                    Akreditasi BAN-PT memerlukan perencanaan jangka panjang, karena  tata kelola tentang usuran mutu dibanyak PTN maupun PTS banyak kendala, sehingga masih banyak program studi yang mendapatkan peringkat akreditasi C atau bernilai kurang. Dari fenomena ini, upaya untuk meningkatkan peringkat akreditasi PT/Program Studi adalah membangun SPMI yang kuat di masing-masing perguruan tinggi dan terimplementasi secara nyata.
              Standar Akreditasi BAN-PT
                     UU No 20 Tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan bermutu adalah pendidikan yang mampu melampaui standar nasional pendidikan. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.   
                     Jumlah standar dan butir yang dijadikan unit pengumpul data meliputi : Visi misi,Tata  Kelola, Mahasiswa, Pendidik dan tenaga kependidikan, Kurikulum,Pembiayaan, sarana dan prasarana,Penelitian, pengabdian masyarakat dan kerjasama. Isi dari setiap standar sudah dijabarkan secara rinci berikut aspek yang dinilai seperti dalam Buku 2: Standar dan Prosedur Akreditasi yang diterbitkan oleh BAN-PT.  Seperti yang disebutkan di atas bahwa setiap informasi yang ditulis hendaknya didukung dengan dokumen penunjang. Sebagai contoh : Standar Visi, Misi dan Tujuan : memuat narasi pernyataan dan proses sosialisasi. Baku Mutu : kejelasan isi , time frame yang realistik, pemahaman oleh pimpinan, staf, dosen dan mahasiswa . Dokumen Pendukung : Peraturan  tentang Visi, Misi, Renstra, Renop, Evaluasi Renstra/ Renop., Hasil rapat, penyusunan Renstra/Renop/evaluasi , Kegiatan sosialisasi (surat undangan, bahan sosialisasi, rapat kerja, dll), Benner, phamlet, leaflet, dll), 
               Penutup
                      Dilema yang dihadapi dalam menyiapkan akreditasi adalah memerlukan kerja keras dan persiapan yang sangat teliti. Diakui banyak fihak bahwa dengan instrtumen baru saat ini untuk memperoleh peringkat akreditasi  B (Baik Sekali) dengan nilai >300) rasanya sangat sulit,  tetapi melalui persiapan yang matang dan komitmen yang tinggi dari pimpinan PT dan dukungan sivitas akademika peringkat tersebut pasti akan dapat diperoleh.                             
                      Penulis : Dr. Munawar Noor, MS,
                      Dosen Fisip Untag Semarang                                   
                      Email : mn10120@gmail.com
                      HP, 08122938508

Tidak ada komentar:

Posting Komentar