PENATAAN
KELEMBAGAAN BKM
(Studi
Kasus PNPM-MP di Kota Semarang *)
Oleh
: Munawar Noor **)
Pengantar
Diawali
sejak tahun 1998 dengan P2KP yang kemudian pada tahun 2007 menjadi cikal bakal
PNPM-MP tanpa terasa sudah memasuki tahun ke 15. Program yang rencananya akan
berakhir tahun 2014 ini memiliki visi tercapainya kesejahteraan dan kemandirian
masyarakat. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat.
Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya
yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumber daya di luar lingkungannya,
serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan.
Capaian
program PNPM-MP yang dilaksanakan BKM secara garis besar meliputi terbangunnya
sarana prasarana dasar masyarakat, bidang pendidikan dan kesehatan, kegiatan
SPP, kelembagaan, serta sistem perencanaan pembangunan partisipatif. harus
senantiasa dijaga keberlanjutannya, khususnya berkenaan dengan pelestarian
kelembagaannya. Kelembagaan BKM melalui sistem perencanaan pembangunan
partisipatif yang dihasilkan sudah berjalan dan telah menjadi modal penting
dalam memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat dalam ikut
berpartisipasi dalam pembangunan.
Sistem
perencanaan pembangunan partisipatif yang dihasilkan BKM bukan hanya untuk
memenuhi amanat aturan perundangan, namun lebih dari itu bahwa semangat musyawarah
dan gotong royong serta kepedulian sosial ini sudah menjadi trade mark
masyarakat Indonesia sejak sebelum masa penjajahan dan semangat itulah yang terus digali dan
digelorakan oleh program untuk dikembalikan kepada masyarakat.
*) Temuan
Penelitian Disertasi, disampaikan pada acara Workshop di Bappeda Rembang, 26
Nopember 2014
**)
Dosen Fisip UNTAG Semarang
Pelesterian
kelembagaan akan sampai pada tiga hal, yaitu siapa pihak yang telibat (baik
individual ataupun social group), bagaimana tata hubungan di antara mereka
(aspek struktur), dan bagaimana aturan main di antara mereka (aspek kultur).
Fokus Kajian :
Penelitian
ini mengkaji :
a. Penataan kelembagaan BKM pada
tingkat kelurahan
b. Sinergitas kelembagaan BKM secara
horizontal/vertical (integrasi program di masyarakat, koordinasi antar program,
kemitraan dan kerjasama kelembagaan)
Pendekatan Penelitian :
Penelitian
menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis dengan ciri-ciri antara lain :
mempunyai setting yang aktual, peneliti menjadi instrumen kunci, data bersifat
deskriptif, penekanan pada proses, analisis bersifat induktif, dan meaning (pemaknaan) tiap even merupakan
perhatian yang esensial.
Tujuan Penelitian :
Mendeskripsikan
peristiwa sosial kemasyarakatan untuk mengungkapkan peristiwa-peristiwa riil di
lapangan dan mengungkapkan nilai-nilai yang tersembunyi (hidden value) lebih peka informasi yang bersifat deskriptif dan
berusaha mempertahankan keutuhan obyek yang diteliti sesuai dengan focus
penelitian.
Hasil Dan Pembahasan :
1.
Penataan Kelembagaan BKM
BKM
sebagai kepanjangan tangan kelembagaan PNPM-MP pada tingkat kelurahan
diharapkan menjadi wadah penggerak kegiatan masyarakat yang representatif,
mengakar dan amanah, dengan menjadikan
prinsip dan nilai luhur kemanusiaan sebagai landasan penataan dan pengembangn kelembagaan. Srategi mendasar untuk penataan kelembagaan BKM
adalah penyiapan di tingkat masyarakat kelurahan tentang hadirnya kelembagaan
yang dibentuk berdasarkan kesadaran kritis dengan tujuan untuk menyelesaikan
persoalan secara mandiri dan partisipatif.
Deskripsi Hasil :
a. Penataan kelembagaan BKM terkesan menggunakan jalur struktural dan lemah
pengembangan aspek kulturalnya. Sruktur organisasi dibangun lebih dahulu namun tidak diikuti perkembangan aspek
kulturalnya (visi, motivasi, semangat, manajemen, dll).
- Penataan kelembagaan BKM terkesan terbatas hanya untuk tujuan distribusi bantuan ke masyarakat dan memperkuat ikatan-ikatan horizontal tetapi lemah dalam ikatan vertikal
dalam hal pengendalian.
Alternatif Pemecahan :
Eksistensi suatu lembaga
seperti BKM ditentukan oleh kemampuannya dalam melayani tuntutan masyarakat
setempat dalam kurun waktu yang sangat beragam, sehingga tidak jarang terjadi
keberadaan suatu lembaga tiba-tiba hilang. Kemudian lahir lembaga baru yang
lebih mampu melayani kebutuhan masyarakat setempat dan mampu bertahan dalam dinamika masyarakat dan memiliki
fungsi yang dibutuhkan masyarakat.
Oleh karena itu
dalam penataan kelembagaan BKM hendaknya dilakukan dengan cara :
a. Menciptakan ruang atau peluang bagi
masyarakat untuk mengembangkan dirinya secara mandiri dan menurut cara yang
dipilihnya sendiri
b. Mengupayakan agar masyarakat
memiliki kemampuan untuk memanfaatkan ruang atau peluang yang tercipta
tersebut.
2.
Sinergitas Kelembagaan
Hakekat sinergitas
kelembagaan adalah memberikan peluang kepada semua stakeholder (pemerintah, masyarakat, dunia usaha) berkontribusi
dalam proses program partisipatif yang menjadi alur belajar kelembagaan BKM
yaitu identifikasi, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Dari
masing-masing kegiatan inilah sangat terbuka bagaimana sebuah kelembagaan
memberikan intervensi nilai terhadap kelembagaan BKM sehingga menjadi sebuah
program yang berkembang dan dapat bersinergi dengan pranata-pranata sosial yang
sudah berkembang di masyarakat.
Harapan agar penataan kelembagaan BKM dapat
berjalan dengan baik memerlukan control secara administrative, substansial dan struktural
melalui pengendalian yang bersifat langsung dan rutin. Dengan demikian mekanisme
sinergitas kelembagaan BKM merupakan integrasi dan sinkronisasi program dari
hasil perencanaan masyarakat (PJM Pronangkis) dengan perencanaan pemerintah
(SKPD) maupun perencanaan kelompok
peduli (masyarakat).
Deskripsi
Hasil :
a.
Integrasi
Program di masyarakat :
Pada dasarnya kelembagaan BKM tidak
menawarkan sesuatu yang benar-benar baru dalam melakukan integrasi program di
masyarakat, tetapi mengingatkan kembali
terhadap prinsip dan nilai kemanusiaan sebagai dasar tumbuhnya modal sosial,
sehingga proses daur program partisipatif yang ditawarkan menjadi dasar membangun
sinergitas.
Pola untuk mengintegrasikan program
di masyarakat yang ditempuh oleh BKM
dalam rangka penyusunan PJM Pronangkis melalui isian blanko rencana kegiatan
dari masing-masing RT/RW dibahas dan diputuskan pada forum elit RW, BKM,
Kelurahan sebagai bahan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Kelurahan,
Kecamatan, Kota.
Pola
ini ini belum sepenuhnya memenuhi kaidah siklus pemberdayaan masyarakat (siklus
PM) sebagai proses belajar masyarakat dan pelembagaan kegiatan yang berbasis
partisipasi.
Alternatif Pemecahan :
Untuk mengembangkan integrasi
program di masyarakat BKM dapat mengelola sumber daya lokal untuk dimobilisasi
dan diatur penggunaannya dalam aktifitas
poduktif dan berkelanjutan berdasar pengetahuan spesifik lokal dan perilaku masyarakat dikondisikan oleh
norma-norma dan konsensus komunitas, dengana cara :
a.
Menititik
beratkan pada upaya penguatan peran BKM sebagai kelembagaan masyarakat (lokal)
menjadi motor penggerak dalam melembagakan dan membudayakan kembali nilai-nilai
kemanusiaan dan kemasyarakatan sebagai nilai utama yang melandasi kegiatannya
di masyarakat setempat.
b.
Pendekatan
yang lebih baik untuk menumbuhkan partisipasi, karena masyarakat berpikiran
bahwa program yang ada selama ini lebih banyak pada hal sosial yang bukan
bersifat pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat
c.
Mengembangkan seperangkat norma dan
aturan yang tumbuh dalam masyarakat yang bersumber pada pemenuhan kebutuhan
pokok masyarakat yang bentuk konkritnya merupakan esensi atau bagian pokok dari
masyarakat dan kebudayaannya.
b.
Koordinasi
Antar Program
BKM
memaknai koordinasi antar program di kelurahan sebagai semangat dari Daur
Program Partisipatif (identifikasi-perencanaan-pelaksanaan-monitoring-evaluasi)
yang dilakukan bersama-sama oleh lembaga pemerintah dengan lembaga masyarakat.
Tahapan kegiatan yang telah dilakukan untuk memastikan bahwa semua kegiatan
yang tercantum dalam PJM Pronangkis merupakan urutan langkah penyusunan
kegiatan yang pro poor budgeting.
Oleh karena itu untuk menentukan kegiatan yang akan didanai oleh BLM, BKM
selalu berkoordinasi dengan para pimpinan wilayah di tingkat kelurahan/basis
untuk sosialisasi tentang tata cara pencairan dan pemanfaatan BLM yang bersifat
administratif maupun pengendalian dan pengelolaan kegiatan berbasis Tri-Daya
oleh masing-masing Unit Pengelola. Kegiatan ini rutin dilakukan oleh BKM dengan
Pemerintah Kelurahan untuk menjamin pencairan BLM berjalan dengan lancar,
transparan dan akuntabel serta memenuhi kaidah teknis operasional yang sudah
disepakati. Kegiatan yang didanai oleh BLM dimonitor oleh UP masing-masing
untuk mengawal tercapainya substansi kegiatan agar dapat terlaporkan kepada
BKM, Tim Fasilitator, Pemerintah Kelurahan, PJOK, Satker dan TKPP termasuk
pemeliharaan asset hasil kegiatan.
Deskripsi Hasil :
Fungsi utama BKM adalah mengawal
pemanfaatan BLM di masyarakat sebagai bentuk intervensi program (sebagai
stimulan) untuk menumbuhan sikap kritis masyarakat dan belajar memecahkan
masalah yang sedang dihadapi melalui koordinasi antar program di masyarakat.
Tetapi koordinasi antar program masih dipandang sebagai prosedur yang menjadikan
pola-pola komunikasi yang dibangun lebih bersifat personal dan diartikan sebagai proses penyatuan
tujuan dan kegiatan pada tingkat satu satuan yang terpisah dalam suatu lembaga
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian belum sampai pada
kesadaran kolektif bahwa yang sebenarnya dikoordinasikan adalah tugas, peran
dan fungsi masing-masing lembaga di di masyarakat dalam mengembangkan
kelembagaan BKM di kelurahan. Dengan
kata lain koordinasi harus terpusat, sehingga ada unsur pengendalian guna
menghindari tiap bagian bergerak sendiri-sendiri yang merupakan ciri yang ada
dalam setiap lembaga.
Alternatif
Pemecahan :
Diperlukan kemauan politik pemerintah mengembangkan pola
koordinasi yang member tekanan pada tugas, peran dan fungsi lembaga dalam penataan kelembagaan BKM di kelurahan dalam
artian menghilangkan struktur birokrasi untuk membangun struktur kelembagaan
program yang dititik beratkan pada pemberian pelayanan pada masyarakat yang
memudahkan aksesibilitas masyarakat di segala aspek kehidupan, dengan cara :
a. Mengidentifikasi
isu komunitas yang dapat dikoordinasikan antar lembaga-lembaga yang ada baik tingkat Kota, Kecamatan, Kelurahan;
b. Menganalisis
dan menetapkan strategi koordinasi antar lembaga yang mampu mendorong terbangunnya kelembagaan BKM baik di tingkat
Kota, Kecamatan maupun kelurahan.
c.
Kemitraan
dan Kerjasama Kelembagaan
Dalam
penataan kelembagaan BKM di tingkat kelurahan, penyatuan gerak langkah stakeholder
perlu diarahkan pada persamaan visi dan misi untuk mengakselerasikan berbagai
program dan mengkomunikasikan secara intensif dalam forum formal dapat difasilitasi
oleh BKM dan pemerintah kelurahan melalui KBK (Komunitas Belajar Kelurahan)
atau Forum Relawan. Kemitraan
dan kerjasama kelembagaan menjadi bagian terpenting dalam pengambilan
keputusan, karena di sinilah akan terwujud keterpaduan atau sinergitas antar
lembaga sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Kondisi ini sebetulnya
peluang yang baik dalam mengimplementasikan kebijakan program terutama program
yang sifatnya stimulan atau program pemberdayaan yang membutuhkan partisipasi
masyarakat yang tentunya membutuhkan proses yang panjang.
Deskripsi Hasil :
Forum
yang difasilitasi BKM dan pemerintah kelurahan (KBK dan Forum Relawan) belum
optimal dimanfaatkan, karena belum tumbuhnya kesadaran masing-masing
stakeholder bahwa tanggung jawab pengembangan dan penataan kelembagaan BKM di
kelurahan tidak hanya pada pengurus, tetapi pada tiga pilar yaitu (masyarakat,
pemerintah dan kelompok peduli). Disamping itu untuk meningkatkan intensitas kemitraan antar lembaga
seringkali terhambat adanya ego sektoral antar lembaga yang tanpa disadari
bahwa semua kebijakan pembangunan menjadi terhambat akibat lemahnya koordinasi.
Alternatif
Pemecahan :
Kemitraan
dan kerjasama kelembagaan (pemerintah, dunia usaha, masyarakat) diwujudkan
dalam channeling program dengan lembaga-lembaga lain untuk meningkatkan posisi
tawar kelembagaan BKM di tingkat kelurahan dengan basis sebagai motor penggerak
dalam pembangunan kelurahan, hendaknya dilakukan melali model yang telah dikembangkan antara lain adalah : a)
Kerjasama antar daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota dengan pihak ketiga; b) Kerjasama
kemitraan strategis; c) Kerjasama kemitraan dalam bentuk aliansi strategis; d)
Kerjasama kemitraan terpadu (KKT).
Rekomendasi
Hasil Penelitian :
1.
Untuk mengembangkan dan melakukan
penataan kelembagaan BKM di tingkat kelurahan yang mampu bersinergi dengan
lembaga lain secara horizontal maupun vertical diperlukan pengendalian,
kemitraan dan kerjasama kelembagaan. Tujuannya adalah meningkatkan posisi tawar
BKM sebagai lembaga amanah masyarakat yang mampu menciptakan ruang atau peluang
bagi masyarakat untuk mengembangkan dirinya secara mandiri dan menurut cara
yang dipilihnya sendiri. Dengan demikian kedepan diharapkan kelembagaan BKM di
kelurahan berkembang sebagai motor penggerak pembangunan dengan mengembangkan
kegiatan Tri-Daya pada sektor-sektor kehidupan masyarakat secara keseluruhan
berdasarkan data pemetaan swadaya, sebagai
ilustrasi :
a. UPK Ligkungan dapat mengembangkan program lingkungan (pembangunan pemukiman,
perumahan swadaya, lingkungan kumuh, USRI, Pamsimas, dll)
b.
UPK
Sosial dapat
mengembangkan program-program sosial (program raskin, kartu sehat, beasiswa
miskin dll)
c. UPK Ekonomi dapat mengembangkan program ekonomi (Kredit
UKM/ Koperasi, Kredit UKM Perbankan, dll)
2. Walaupun
PNPM harus berakir, kelembagaan BKM sebaiknya tetap dikembangkan sebagai
antisipasi berlakunya PP Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU
Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
Semoga Bermanfaat, Terima kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar