Senin, 29 Juni 2015

Penataan Kelembagaan BKM



PENATAAN KELEMBAGAAN BKM
(Studi Kasus PNPM-MP di Kota Semarang *)
Oleh : Munawar Noor **)
Pengantar
Diawali sejak tahun 1998 dengan P2KP yang kemudian pada tahun 2007 menjadi cikal bakal PNPM-MP tanpa terasa sudah memasuki tahun ke 15. Program yang rencananya akan berakhir tahun 2014 ini memiliki visi tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan.
Capaian program PNPM-MP yang dilaksanakan BKM secara garis besar meliputi terbangunnya sarana prasarana dasar masyarakat, bidang pendidikan dan kesehatan, kegiatan SPP, kelembagaan, serta sistem perencanaan pembangunan partisipatif. harus senantiasa dijaga keberlanjutannya, khususnya berkenaan dengan pelestarian kelembagaannya. Kelembagaan BKM melalui sistem perencanaan pembangunan partisipatif yang dihasilkan sudah berjalan dan telah menjadi modal penting dalam memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat dalam ikut berpartisipasi dalam pembangunan.
Sistem perencanaan pembangunan partisipatif yang dihasilkan BKM bukan hanya untuk memenuhi amanat aturan perundangan, namun lebih dari itu bahwa semangat musyawarah dan gotong royong serta kepedulian sosial ini sudah menjadi trade mark masyarakat Indonesia sejak sebelum masa penjajahan dan  semangat itulah yang terus digali dan digelorakan oleh program untuk dikembalikan kepada masyarakat.

*) Temuan Penelitian Disertasi, disampaikan pada acara Workshop di Bappeda Rembang, 26 Nopember 2014
**) Dosen Fisip UNTAG Semarang

Pelesterian kelembagaan akan sampai pada tiga hal, yaitu siapa pihak yang telibat (baik individual ataupun social group), bagaimana tata hubungan di antara mereka (aspek struktur), dan bagaimana aturan main di antara mereka (aspek kultur).
Fokus Kajian :
Penelitian ini mengkaji :
a.       Penataan kelembagaan BKM pada tingkat kelurahan
b.      Sinergitas kelembagaan BKM secara horizontal/vertical (integrasi program di masyarakat, koordinasi antar program, kemitraan dan kerjasama kelembagaan)
Pendekatan Penelitian :
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis dengan ciri-ciri antara lain : mempunyai setting yang aktual, peneliti menjadi instrumen kunci, data bersifat deskriptif, penekanan pada proses, analisis bersifat induktif, dan meaning (pemaknaan) tiap even merupakan perhatian yang esensial.
Tujuan Penelitian :
Mendeskripsikan peristiwa sosial kemasyarakatan untuk mengungkapkan peristiwa-peristiwa riil di lapangan dan mengungkapkan nilai-nilai yang tersembunyi (hidden value) lebih peka informasi yang bersifat deskriptif dan berusaha mempertahankan keutuhan obyek yang diteliti sesuai dengan focus penelitian.
Hasil Dan Pembahasan :
1.      Penataan Kelembagaan BKM
BKM sebagai kepanjangan tangan kelembagaan PNPM-MP pada tingkat kelurahan diharapkan menjadi wadah penggerak kegiatan masyarakat yang representatif, mengakar dan amanah,  dengan menjadikan prinsip dan nilai luhur kemanusiaan sebagai landasan penataan dan pengembangn kelembagaan.  Srategi mendasar untuk penataan kelembagaan BKM adalah penyiapan di tingkat masyarakat kelurahan tentang hadirnya kelembagaan yang dibentuk berdasarkan kesadaran kritis dengan tujuan untuk menyelesaikan persoalan secara mandiri dan partisipatif.


Deskripsi Hasil :
a.       Penataan kelembagaan BKM terkesan  menggunakan jalur struktural dan lemah pengembangan aspek kulturalnya. Sruktur organisasi dibangun lebih dahulu  namun tidak diikuti perkembangan aspek kulturalnya (visi, motivasi, semangat, manajemen, dll).
  1. Penataan kelembagaan BKM terkesan terbatas hanya untuk tujuan distribusi bantuan ke masyarakat dan memperkuat ikatan-ikatan horizontal tetapi lemah dalam ikatan vertikal
dalam hal pengendalian.
Alternatif Pemecahan :
Eksistensi suatu lembaga seperti BKM ditentukan oleh kemampuannya dalam melayani tuntutan masyarakat setempat dalam kurun waktu yang sangat beragam, sehingga tidak jarang terjadi keberadaan suatu lembaga tiba-tiba hilang. Kemudian lahir lembaga baru yang lebih mampu melayani kebutuhan masyarakat setempat dan mampu bertahan dalam dinamika masyarakat dan memiliki fungsi yang dibutuhkan masyarakat.
Oleh karena itu dalam penataan kelembagaan BKM hendaknya dilakukan dengan cara :
a.       Menciptakan ruang atau peluang bagi masyarakat untuk mengembangkan dirinya secara mandiri dan menurut cara yang dipilihnya sendiri
b.      Mengupayakan agar masyarakat memiliki kemampuan untuk memanfaatkan ruang atau peluang yang tercipta tersebut.
2.      Sinergitas Kelembagaan
   Hakekat sinergitas kelembagaan adalah memberikan peluang kepada semua stakeholder (pemerintah, masyarakat, dunia usaha) berkontribusi dalam proses program partisipatif yang menjadi alur belajar kelembagaan BKM yaitu identifikasi, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Dari masing-masing kegiatan inilah sangat terbuka bagaimana sebuah kelembagaan memberikan intervensi nilai terhadap kelembagaan BKM sehingga menjadi sebuah program yang berkembang dan dapat bersinergi dengan pranata-pranata sosial yang sudah berkembang di masyarakat.
   Harapan agar penataan kelembagaan BKM dapat berjalan dengan baik memerlukan control secara administrative, substansial dan struktural melalui pengendalian yang bersifat langsung dan rutin. Dengan demikian mekanisme sinergitas kelembagaan BKM merupakan integrasi dan sinkronisasi program dari hasil perencanaan masyarakat (PJM Pronangkis) dengan perencanaan pemerintah (SKPD) maupun  perencanaan kelompok peduli (masyarakat).
   Deskripsi Hasil :
a.      Integrasi Program di masyarakat :
Pada dasarnya kelembagaan BKM tidak menawarkan sesuatu yang benar-benar baru dalam melakukan integrasi program di masyarakat,  tetapi mengingatkan kembali terhadap prinsip dan nilai kemanusiaan sebagai dasar tumbuhnya modal sosial, sehingga proses daur program partisipatif yang ditawarkan menjadi dasar membangun sinergitas.
Pola untuk mengintegrasikan program di masyarakat yang ditempuh oleh BKM dalam rangka penyusunan PJM Pronangkis melalui isian blanko rencana kegiatan dari masing-masing RT/RW dibahas dan diputuskan pada forum elit RW, BKM, Kelurahan sebagai bahan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Kelurahan, Kecamatan, Kota.
Pola ini ini belum sepenuhnya memenuhi kaidah siklus pemberdayaan masyarakat (siklus PM) sebagai proses belajar masyarakat dan pelembagaan kegiatan yang berbasis partisipasi.
Alternatif Pemecahan :
Untuk mengembangkan integrasi program di masyarakat BKM dapat mengelola sumber daya lokal untuk dimobilisasi dan diatur penggunaannya dalam  aktifitas poduktif dan berkelanjutan berdasar pengetahuan spesifik lokal dan  perilaku masyarakat dikondisikan oleh norma-norma dan konsensus komunitas, dengana cara :
a.       Menititik beratkan pada upaya penguatan peran BKM sebagai kelembagaan masyarakat (lokal) menjadi motor penggerak dalam melembagakan dan membudayakan kembali nilai-nilai kemanusiaan dan kemasyarakatan sebagai nilai utama yang melandasi kegiatannya di masyarakat setempat.
b.      Pendekatan yang lebih baik untuk menumbuhkan partisipasi, karena masyarakat berpikiran bahwa program yang ada selama ini lebih banyak pada hal sosial yang bukan bersifat pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat
c.       Mengembangkan seperangkat norma dan aturan yang tumbuh dalam masyarakat yang bersumber pada pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat yang bentuk konkritnya merupakan esensi atau bagian pokok dari masyarakat dan kebudayaannya.
b.      Koordinasi Antar Program
BKM memaknai koordinasi antar program di kelurahan sebagai semangat dari Daur Program Partisipatif (identifikasi-perencanaan-pelaksanaan-monitoring-evaluasi) yang dilakukan bersama-sama oleh lembaga pemerintah dengan lembaga masyarakat. Tahapan kegiatan yang telah dilakukan untuk memastikan bahwa semua kegiatan yang tercantum dalam PJM Pronangkis merupakan urutan langkah penyusunan kegiatan yang pro poor budgeting. Oleh karena itu untuk menentukan kegiatan yang akan didanai oleh BLM, BKM selalu berkoordinasi dengan para pimpinan wilayah di tingkat kelurahan/basis untuk sosialisasi tentang tata cara pencairan dan pemanfaatan BLM yang bersifat administratif maupun pengendalian dan pengelolaan kegiatan berbasis Tri-Daya oleh masing-masing Unit Pengelola. Kegiatan ini rutin dilakukan oleh BKM dengan Pemerintah Kelurahan untuk menjamin pencairan BLM berjalan dengan lancar, transparan dan akuntabel serta memenuhi kaidah teknis operasional yang sudah disepakati. Kegiatan yang didanai oleh BLM dimonitor oleh UP masing-masing untuk mengawal tercapainya substansi kegiatan agar dapat terlaporkan kepada BKM, Tim Fasilitator, Pemerintah Kelurahan, PJOK, Satker dan TKPP termasuk pemeliharaan asset hasil kegiatan.
          

Deskripsi Hasil :
Fungsi utama BKM adalah mengawal pemanfaatan BLM di masyarakat sebagai bentuk intervensi program (sebagai stimulan) untuk menumbuhan sikap kritis masyarakat dan belajar memecahkan masalah yang sedang dihadapi melalui koordinasi antar program di masyarakat. Tetapi koordinasi antar program masih  dipandang sebagai prosedur yang menjadikan pola-pola komunikasi yang dibangun lebih bersifat personal dan diartikan sebagai proses penyatuan tujuan dan kegiatan pada tingkat satu satuan yang terpisah dalam suatu lembaga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian belum sampai pada kesadaran kolektif bahwa yang sebenarnya dikoordinasikan adalah tugas, peran dan fungsi masing-masing lembaga di di masyarakat dalam mengembangkan kelembagaan BKM di kelurahan. Dengan kata lain koordinasi harus terpusat, sehingga ada unsur pengendalian guna menghindari tiap bagian bergerak sendiri-sendiri yang merupakan ciri yang ada dalam setiap lembaga.
Alternatif Pemecahan :
Diperlukan  kemauan politik pemerintah mengembangkan pola koordinasi yang member tekanan pada tugas, peran dan fungsi lembaga dalam  penataan kelembagaan BKM di kelurahan dalam artian menghilangkan struktur birokrasi untuk membangun struktur kelembagaan program yang dititik beratkan pada pemberian pelayanan pada masyarakat yang memudahkan aksesibilitas masyarakat di segala aspek kehidupan, dengan cara :
a.       Mengidentifikasi isu komunitas yang dapat dikoordinasikan antar lembaga-lembaga yang ada  baik tingkat Kota, Kecamatan, Kelurahan;
b.      Menganalisis dan menetapkan strategi koordinasi antar lembaga yang mampu mendorong  terbangunnya kelembagaan BKM baik di tingkat Kota, Kecamatan maupun kelurahan.


c.       Kemitraan dan Kerjasama Kelembagaan
Dalam penataan kelembagaan BKM di tingkat kelurahan, penyatuan gerak langkah stakeholder perlu diarahkan pada persamaan visi dan misi untuk mengakselerasikan berbagai program dan mengkomunikasikan secara  intensif dalam forum formal dapat difasilitasi oleh BKM dan pemerintah kelurahan melalui KBK (Komunitas Belajar Kelurahan) atau Forum Relawan. Kemitraan dan kerjasama kelembagaan menjadi bagian terpenting dalam pengambilan keputusan, karena di sinilah akan terwujud keterpaduan atau sinergitas antar lembaga sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Kondisi ini sebetulnya peluang yang baik dalam mengimplementasikan kebijakan program terutama program yang sifatnya stimulan atau program pemberdayaan yang membutuhkan partisipasi masyarakat yang tentunya membutuhkan proses yang panjang.
Deskripsi Hasil :
Forum yang difasilitasi BKM dan pemerintah kelurahan (KBK dan Forum Relawan) belum optimal dimanfaatkan, karena belum tumbuhnya kesadaran masing-masing stakeholder bahwa tanggung jawab pengembangan dan penataan kelembagaan BKM di kelurahan tidak hanya pada pengurus, tetapi pada tiga pilar yaitu (masyarakat, pemerintah dan kelompok peduli). Disamping itu untuk meningkatkan intensitas kemitraan antar lembaga seringkali terhambat adanya ego sektoral antar lembaga yang tanpa disadari bahwa semua kebijakan pembangunan menjadi terhambat akibat lemahnya koordinasi.
Alternatif Pemecahan :
Kemitraan dan kerjasama kelembagaan (pemerintah, dunia usaha, masyarakat) diwujudkan dalam channeling program dengan lembaga-lembaga lain untuk meningkatkan posisi tawar kelembagaan BKM di tingkat kelurahan dengan basis sebagai motor penggerak dalam pembangunan kelurahan, hendaknya dilakukan melali model yang telah dikembangkan antara lain adalah : a) Kerjasama antar daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota dengan pihak ketiga; b) Kerjasama kemitraan strategis; c) Kerjasama kemitraan dalam bentuk aliansi strategis; d) Kerjasama kemitraan terpadu (KKT).
Rekomendasi Hasil Penelitian :
1.      Untuk mengembangkan dan melakukan penataan kelembagaan BKM di tingkat kelurahan yang mampu bersinergi dengan lembaga lain secara horizontal maupun vertical diperlukan pengendalian, kemitraan dan kerjasama kelembagaan. Tujuannya adalah meningkatkan posisi tawar BKM sebagai lembaga amanah masyarakat yang mampu menciptakan ruang atau peluang bagi masyarakat untuk mengembangkan dirinya secara mandiri dan menurut cara yang dipilihnya sendiri. Dengan demikian kedepan diharapkan kelembagaan BKM di kelurahan berkembang sebagai motor penggerak pembangunan dengan mengembangkan kegiatan Tri-Daya pada sektor-sektor kehidupan masyarakat secara keseluruhan berdasarkan data pemetaan swadaya,  sebagai ilustrasi :
a.       UPK Ligkungan dapat  mengembangkan  program lingkungan (pembangunan pemukiman, perumahan swadaya, lingkungan kumuh, USRI, Pamsimas, dll)
b.       UPK Sosial dapat mengembangkan program-program sosial (program raskin, kartu sehat, beasiswa miskin dll)
c.       UPK Ekonomi dapat mengembangkan  program ekonomi (Kredit UKM/ Koperasi, Kredit UKM Perbankan, dll)
2.      Walaupun PNPM harus berakir, kelembagaan BKM sebaiknya tetap dikembangkan sebagai antisipasi berlakunya PP Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Semoga Bermanfaat, Terima kasih

    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar